Translate

10/29/2010

Asmara Nababan Dikenal Punya Jaringan Luas

Jum'at, 29 Oktober 2010 , 09:37:00 WIB

Laporan: Kristian Ginting

RMOL. Tim Pembela Buruh Migran Indonesia (TPBMI) turut berduka atas kepergian mantan Sekjen Komnas HAM, Asmara Nababan kemarin siang di China.

Koordinator TPBMI, Benhard Nababan, mengucapkan rasa duka ini melalui pesan pendek kepada Rakyat Merdeka Online, tadi pagi (29/10).

Benhard mengatakan, para aktivis yang berkecimpung dalam pembelaan buruh migran (TKI) sangat kehilangan sosok Asmara. Sebab, kata dia, para aktivis buruh migran sering meminta bantuan kepada Asmara dalam pembelaan HAM TKI.

"Kami mengenal Asmara memiliki jaringan yang luas khususnya dalam penegakan HAM," kata Benhard.

Selain dikenal sebagai pendiri Demos, Asmara juga aktif di beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya. Oleh karena itu, menurut Benhard, sudah sepantasnya para aktivis berterima kasih atas perhatian dan dukungan moril yang selama ini diberikan oleh Asmara.

Menurut Benhard pula, jenazah Asmara Nababan akan disemayamkan terlebih dahulu di rumah pribadinya di kawasan Pancoran pada 31 Oktober mendatang. Lalu, akan dibawa ke gedung Komnas HAM. Kemudian, pada pukul 12 siang, jenazah akan dibawa ke Gereja HKBP kawasan Hang Lekiu. Pada pukul 14.30 sore, jenazah Asmara Nababan akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir. [wid]

Sumber: http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=7944

10/27/2010

Revisi UU 39 Perlu Fokuskan Perlindungan TKI

Rabu, 27 Oktober 2010

Image
... Rekan Bumi juga menyarankan agar efektif, pemerintah perlu memahami standar yang ditetapkan perlindungan pekerja migran di negara penempatan. Kalau bagus perlindungannya, pemerintah go ahead fasilitasi penempatan TKI. Sebaliknya, kalau jelek kualitas perlindungannya, pemerintah harus menolak PPTKIS menempatkan TKI ke sana. “Globalisasi ekonomi bisa berdampak positif dan negatif bagi perlindunggan TKI. Tugas pemerintah harus menomorsatukan perlindungan TKI yang akan bekerja di luar negeri,” pungkas Benhard
Jakarta, BNP2TKI (27/10) - Relawan Kemanusiaan Buruh Migran Indonesia (Rekan Bumi) menyikapi secara kritis masuknya Revisi UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Revisi UU No.39 harus menghasilkan rumusan pasal-pasal yang kongkrit dan tegas khususnya aspek perlindungan TKI,” ujar Benhard Nababan, SH, Koordinator Advokasi Rekan Bumi, saat ditemui dalam sebuah Seminar TKI di Jakarta, Rabu (27/10).

Menurut Benhard, upaya peningkatan perlindungan TKI ke luar negeri tidak akan terjadi apabila tidak ada perubahan dalam cara pandang berbagai pihak terkait perlindungan TKI. Selama ini kegiatan perlindungan cenderung dipahami sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan penempatan TKI.

“Kegiatan perlindungan tereduksi menjadi penanganan kasus-kasus TKI, khususnya yang ada di luar negeri,” ujar Benhard seraya menganggap wajar jika kasus-kasus TKI di luar negeri akan terus berulang bahkan cenderung meningkat.

Apabila sistem perlindungan TKI tidak digeser dari penanganan kasus yang sifatnya kuratif kepada orientasi pencegahan muncul dan meluasnya kasus, kata Benhard, Pemerintah, PPTKIS, dan masyarakat akan terus berhadapan dengan kasus-kasus kekerasan dan kematian TKI di luar negeri.

“Pergeseran orientasi ini mensyaratkan adanya penyelesaian mendasar atas masalah pokok yang dihadapi TKI, yang berakar pada lemahnya sistem hukum yang mengatur perlindungan TKI,” gugah Benhard.

Benhard mengungkapkan, UU No. 39 secara de facto lebih banyak mengatur soal bisnis penempatan TKI daripada perlindungan substansial bagi TKI. Substansi UU No. 39 sarat dengan kepentingan bisnis penempatan dan menomorduakan perkara perlindungan TKI.

Dampaknya, bisnis penempatan TKI banyak membuka peluang bagi praktek perdagangan manusia (trafficking).

Terkait saran terhadap Revisi UU No. 39, Benhard mengatakan bahwa 80 persen persoalan TKI ada di dalam negeri. Jadi, pembenahan sistem perlindungan TKI harus dimulai dari pembenahan manajemen migrasi TKI ke luar negeri.

Pembenahan di dalam negeri, lanjut Benhard, bisa dimulai dari rekruitmen, pembiayaan, pendidikan/pelatihan, penanganan kasus dan bantuan hukum, reintegrasi TKI purna, peran serta masyarakat, pengawasan dan pendataan, dan standar kontrak kerja yang mengakui dan menjamin hak-hak dasar TKI.

Selain itu, Rekan Bumi juga menyarankan agar efektif, pemerintah perlu memahami standar yang ditetapkan perlindungan pekerja migran di negara penempatan. Kalau bagus perlindungannya, pemerintah go ahead fasilitasi penempatan TKI. Sebaliknya, kalau jelek kualitas perlindungannya, pemerintah harus menolak PPTKIS menempatkan TKI ke sana.

“Globalisasi ekonomi bisa berdampak positif dan negatif bagi perlindungan TKI. Tugas pemerintah harus menomorsatukan perlindungan TKI yang akan bekerja di luar negeri,” pungkas Benhard. (Zul).

Sumber: http://bnp2tki.go.id/content/view/3344/231/