Jakarta, CyberNews. Buruh Migran Indonesia (BMI) menuntut Pemerintah segera meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melindungi buruh migran. Pemerintah diminta segera menyusun dan menjalankan mekanisme yang memastikan jaminan perlindungan buruh migran sejak perekrutan hingga kepulangan.
Benhard Nababan, aktivis organisasi advokasi buruh migran, Migrant Care, menilai produk kebijakan pemerintah SBY-JK menyangkut perlindungan dan kesejahteraan buruh migran, tidak pernah melibatkan organisasi buruh migran. Dia menilai Inpres No 3/2006 maupun UU No 39/2004 cacat dan tak punya legitimasi. "Maka jangan heran bila seluruh regulasi tersebut pada kenyataannya jauh dari harapan buruh migran, baik dalam hal perlindungan maupun kesejahteraan," tandas Benhard dalam keterangan pers kepada Suara Merdeka CyberNews, Rabu (26/11).
Menurut dia, seluruh regulasi yang ada, maupun berbagai langkah untuk melakukan amandemen atas UU 39/2004, selama tidak melibatkan organisasi massa BMI hanya akan menguntungkan pemerintah dan PJTKI.
Benhard Nababan, aktivis organisasi advokasi buruh migran, Migrant Care, menilai produk kebijakan pemerintah SBY-JK menyangkut perlindungan dan kesejahteraan buruh migran, tidak pernah melibatkan organisasi buruh migran. Dia menilai Inpres No 3/2006 maupun UU No 39/2004 cacat dan tak punya legitimasi. "Maka jangan heran bila seluruh regulasi tersebut pada kenyataannya jauh dari harapan buruh migran, baik dalam hal perlindungan maupun kesejahteraan," tandas Benhard dalam keterangan pers kepada Suara Merdeka CyberNews, Rabu (26/11).
Menurut dia, seluruh regulasi yang ada, maupun berbagai langkah untuk melakukan amandemen atas UU 39/2004, selama tidak melibatkan organisasi massa BMI hanya akan menguntungkan pemerintah dan PJTKI.
Hal ini semakin menegaskan bahwa SBY-JK adalah rezim yang selalu melestarikan "perbudakan" atas nasib rakyat dan membiarkan tanpa perlindungan dan jaminan atas naiknya kesejahteraan BMI.
Atas dasar hal itu, lanjut Benhard, maka BMI menuntut Pemerintah RI untuk segera meratifikasi Konvensi Internasional yang melindungi buruh migran yakni Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families) 1990 dan Beberapa Konvensi ILO terkait seperti Konvensi ILO 143 tentang Pekerja Migran (1975), Konvensi ILO No 97 tentang Migrasi demi Pekerjaan (ILO Convention No 97 Concerning Migration for Migration Employment) yang direvisi tahun 1949 dan Konvensi No 181 tentang Agen Tenaga Kerja Swasta (Convention No 181 Concerning Private Employment Agencies) yang disahkan tahun 1997.
BMI juga menuntut pemerintah untuk segera menyusun dan menjalankan mekanisme yang memastikan jaminan perlindungan BMI sejak perekrutan hingga kepulangan menyangkut: tersosialisasinya seluruh hak-hak normatif bagi calon buruh migran, perlindungan dan penanganan bantuan hukum yang memadai bagi BMI yang mengalami masalah di negeri tujuan, monitoring reguler yang berperan aktif dalam mengatasi seluruh persoalan yang dialami oleh BMI, dan menindak tegas seluruh PJTKI yang melakukan pelanggaran atas hak-hak BMI dan menghukum dengan ganjaran setimpal.
"Kami menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan berbagai biaya lebih penempatan; beban ganda dari pemerintahan yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, sekaligus bekerja sebagai buruh migrant yang harus membayar biaya penempatan dengan komponen biaya yang sangat memeras BMI," tegasnya.
Dia mendesak pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan Terminal Khusus TKI (Terminal 3 yang sekarang disebut Gedung Pencatatan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia/GPK TKI) melalui Konsultasi Publik dengan Serikat dan NGO Buruh Migran Indonesia. (Imam M Djuki /CN05)
Atas dasar hal itu, lanjut Benhard, maka BMI menuntut Pemerintah RI untuk segera meratifikasi Konvensi Internasional yang melindungi buruh migran yakni Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families) 1990 dan Beberapa Konvensi ILO terkait seperti Konvensi ILO 143 tentang Pekerja Migran (1975), Konvensi ILO No 97 tentang Migrasi demi Pekerjaan (ILO Convention No 97 Concerning Migration for Migration Employment) yang direvisi tahun 1949 dan Konvensi No 181 tentang Agen Tenaga Kerja Swasta (Convention No 181 Concerning Private Employment Agencies) yang disahkan tahun 1997.
BMI juga menuntut pemerintah untuk segera menyusun dan menjalankan mekanisme yang memastikan jaminan perlindungan BMI sejak perekrutan hingga kepulangan menyangkut: tersosialisasinya seluruh hak-hak normatif bagi calon buruh migran, perlindungan dan penanganan bantuan hukum yang memadai bagi BMI yang mengalami masalah di negeri tujuan, monitoring reguler yang berperan aktif dalam mengatasi seluruh persoalan yang dialami oleh BMI, dan menindak tegas seluruh PJTKI yang melakukan pelanggaran atas hak-hak BMI dan menghukum dengan ganjaran setimpal.
"Kami menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan berbagai biaya lebih penempatan; beban ganda dari pemerintahan yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, sekaligus bekerja sebagai buruh migrant yang harus membayar biaya penempatan dengan komponen biaya yang sangat memeras BMI," tegasnya.
Dia mendesak pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan Terminal Khusus TKI (Terminal 3 yang sekarang disebut Gedung Pencatatan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia/GPK TKI) melalui Konsultasi Publik dengan Serikat dan NGO Buruh Migran Indonesia. (Imam M Djuki /CN05)